- Isra’ Mi’raj
Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah peristiwa diturunkannya perintah sholat oleh Allah kepada Rosullullah, dimana perintah sholat itu dulunya sebanyak 50 kali kemudian menjadi 5 kali dalam sehari semalam. Peristiwa Isra’ Mi’raj diceritakan secara lengkap dalam kitab shohih Bukhari dan shahih Muslim. Selain itu, peristiwa Isra’ Mi’raj juga diriwayatkan oleh Muslim dan Anas bin Malik, Tsabit Lubnani dari Hammad bin Salamah, dan dari Syaibak bin Farukh yaitu :
Artinya: Maka Allah memberi wahyu kepadaku apa yang telah diwahyukan, kemudian Allah memfardhukan padaku
Maka aku kembali menghadap Tuhan dan aku berkata “Ya Tuhan ringankan untuk ummatku”. Maka Allah mengurangi lima dan aku kembali pada Musa, dan aku berkata kepadanya: “Allah mengurangi menjadi
Nabi pun berkata” maka tidak habis-habisnya kembali kepada Tuhanku dan kepada Musa, sampai Tuhanku berfirman: “Hai Muhammmad, sungguh shalat
Dan barang siapa yang mempunyai niat berbuat baik dan tidak jadi melaksanakannya telah dicatat baginya satu pahala perbuatan baik dan bila mengerjakannya maka dicatat mendapat sepuluh pahala. Barang siapa yang berniat berbuat buruk tapi tidak jadi melakukannya tidak dicatat sama sekali dan apabila mengerjakan maka dicatat satu kejelekan”.
Kemudian Nabi bersabda: “Maka aku turun sehingga aku berhenti pada Musa dan aku kabarkan (semua) itu, maka Musa pun berkata:”Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”.
Maka bersabda Rasul:”Aku telah kembali kepada Tuhanku sehingga aku malu (untuk kembali lagi)”. (HR. Muslim dari Malik).
- Barzanji, Manakiban, Dibaan
Peristiwa Maulid Nabi adalah peristiwa memperingati hari kelahiran nabi agung Muhammad SAW. Sebenarnya Maulid Nabi tidaklah dilarang, namun tata cara peringatan Maulid Nabi yang menyebabkan perbuatan memperingati Maulid Nabi itu diharamkan.
Jika dalam memperingati Maulid Nabi diawali dengan berkumpul dan membaca sejarah dan pujian yang benar dengan menunjukkan kesyukuran dan kesenangan akan kelahiran Nabi dibarengi dengan pemberian sedekah, peringatan Maulid Nabi boleh saja dilakukan. Namun jika tata cara peringatan Maulid Nabi dicampur dengan pemukulan alat-alat musik sehingga menjadi gaduh dan nyanyian-nyanyian yang dikumandangkan oleh wanita dan pria yang diselingi siulan-siulan atau suara melengking, menjadikan perbuatan memperingati Maulid Nabi menjadi diharamkan.
Banyak pendapat yang maengharamkan peringatan Maulid Nabi dengan tata cara yang demikian diantaranya :
1). Ulama Malikiyah yaitu Al Fakihany dan Abu ‘Abdullah Al Haaj
2). Ulama syafi’iyyah seperti Ibnu Hajar Al Asqalany dan Tajuddin As Subkhi
3). Ulama-ulama lain seperti Al Qadli ‘Iyadl dan sebagainya.
KH. Sa’id Al Hamdany mengemukakan pendapatnya mengenai isi kitab-kitab yang memuat hal-hal yang menjurus pada pujian-pujian yang berlebih-lebihan sehingga bertentangan dengan Al-Qur’an dengan judul “Sorotan terhadap Kissah Mulia” yaitu :
1). Awal mula dilakukan peringatan Maulid nabi itu pada masa kerajaan Fatimiyah (abad ke-4 hijriyah).
2). Kitab-kitab yang memuat riwayat Maulid Nabi antara lain: At Tanwir fi maulid Assirajil munir, Al ‘Arus, Risalah Ibnu Jabir Al Andalusi, Syafarul Anaam, Barzanji, Al A’zab, Al Daibay
3). Isi dari kitab-kitab tersebut adalah uraian dan pujian yang baik atas Rosul, namun ada beberapa pujian yang berlebihan yang menyebabkan berkurangnya makna penghormatan atas Nabi, seperti menggambarkan Nabi sebagai manusia yang telah dimasukkan ke dalam lingkungan ke-Tuhanan bukan lagi manusia biasa.
4). Contoh-contoh pujian yang berlebihan itu :
a. Dalam Kitab Syaraful Anaam :
· Artinya : Selamat atasmu (Muhammad) wahai penghapus dosa.
· Artinya : Selamat atasmu (Muhammad) wahai naungan dan tujuan.
· Artinya : Selamat atasmu (Muhammad) wahai harapan para durhaka.
b. Dalam kitab barzanji
· Artinya : Aku ucapkan selamat dan bahagia atas cahaya yang bersifat mula pertama, yang berpindah-pindah di ubun-ubun dan dahi yang mulia.
c. Dalam kitab Maulid Ad daibaiy
· Terdapat ucapan-ucapan yang tidak benar seperti : Orang Quraisy itu adalah cahaya yang ada di tangan Allah 2000 tahun sebelum dijadikan Adam dan setelah akan menjadikan Adam, memberikan nur itu pada tanahnya.
- Basmalah dan Salam dalam Pidato
Dalam memulai suatu pidato kita seringkali dibingungkan apakah mengucapkan basmalah dulu kemudian salam atau sebaliknya salam dulu kemudian diikuti basmalah. Namun sebenarnya hal tersebut tidaklah perlu diperdebatkan dan ditarjih tetapi dijama’ dan ditaufiqkan. Hal ini juga telah dijelaskan oleh beberapa hadis diantaranya :
1). Dasar mengucap salam sebelum mengucap pidato
·
Artinya : Ucapan itu dilakukan sebelum melakukan pembicaraan. Hadis ini menerut As Suyuthy dha’if.
·
Artinya : Ucapan salam itu sebelum memulai pembicaraan, dan jangan mengajak makan seseorang sehingga ia mengucap salam. (HR. Abu Ya’la dalam musnadnya).
·
Artinya : salam itu diucapkan sebelum mengajukan pertanyaan: Barangsiapa yang memulai soal kepadamu sebelum mengucap salam maka tak perlu dijawab (HR. Ibnu Najar dari ‘Umar).
·
Artinya : Dari jabir bin Abdullah ia berkata: Sesungguhnya Nabi saw, apabila naik mimbar selalu memberi salam. (HR. Ibnu Majah dari Jabir bin Abdullah).
2). Dasar mengucap basmalah sebelum mengucap salam ketika akan memulai pidato
·
Artinya : Setiap urusan yang mempunyai arti (terpuji) tidak dimulai dengan kata Basmalah, terputus (dari barakah). (HR. Abdul Qadir bin Raahawy dalam Hadis Arba’in dari Abu Hurairah).
Dengan dimikian seorang yang akan memulai sebuah pidato boleh dilakukan dengan mengucap salam terlebih dulu kemudian diikuti basmalah atau sebaliknya mengucap basmalah dahulu dengan pelan kemudian diikuti mengucap salam.
- Mengucapkan Salam
Adapun tentang ganjaran/nilai salam di sisi Allah diterangkan bila bersalam dengan Assalamu’alaikum saja ganjarannya 10, bila ditambah dengan Warahmatullah nilainya 20, dan bila diteruskan sampai Wabarakaatuh nilainya 30. Hal ini didasarkan pada Hadis riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzy dari sahabat Imran bin Al Husein :
Artinya: “Dari Imran Al Husein ra. Telah datang seorang laki-laki kepada Nabi saw, berkatalah orang itu: Assalamu’alaikum Maka Nabi pun menjawab salamnya. Maka orang itu duduk dan Nabi berkata: sepuluh (nilai pahalanya). Kemudian datang pula seorang yang lain dan berkatalah orang itu: assalamu’alaikum warahmatullah, maka Nabi pun menjawab salam itu dan orang itupun duduk. Berkatalah Nabi: dua puluh (nilai pahalanya). Kemudian datang lagi yang lain an berkata: Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh, maka Nabi pun menjawab salam ini dan orang itu duduk. Dan Nabi pun berkata: tigapuluh (nilai pahalanya) (Hadis riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzy. Berkata At Tirmidzy ini sebuah Hadis Hasan).
- Tambahan “ta’ala” dalam Salam
Dalam mengucapkan salam kita mengikuti Sunnah Nabi yang telah diajarkan yaitu “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh”, namun jika ada yang mengucapkan salam ditambah kata ta’ala seperti “Assalamu’alaikum warahmatullahi ta’ala wabarakaatuh” mungkin yang mengucapkan salam seperti itu tidak tahu bahwa sebenarnya tambahan itu tidak sesuai dengan Sunnah.
MASALAH MASJID
- Memfungsikan Masjid Lama
Dari segi bahasa masjid berarti tempat sujud, sedang menurut istilah masjid berarti tempat peribadatan umum umat Islam. Namun fungsi masjid tidak terbatas pada sholat saja tetapi pada semua kegiatan yang mengacu pada kepentingan agama. Sehingga ketika di suatu desa akan dibangun lagi masjid dengan kapasitas yang lebih besar maka masjid lama dapat difungsikan untuk kepentingan agama selain sholat, seperti : majlis Taklim, perpustakaan Islam, kegiatan remaja Islam, kegiatan sosial dan lain-lain. Hal ini juga terjadi seperti pada zaman nabi, masjid digunakan untuk merawat tentara Islam yang luka, untuk latihan menggunakan senjata dan lain-lainnya.
- Masjid Perempuan
Masjid perempuan diartikan bukan masjid yang dimaksudkan sebagai tempat peribadatan umum ummat Islam yang dapat digunakan untuk wanita dan pria melakukan shalat, tetapi dari segi bahasanya ialah tempat sujud, yang kemudian diberi tambahan kata perempuan, untuk memberikan kekhususan bagi wanita.
- Pidato dakwah di Masjid
Pada prinsipnya tidak ada larangan masjid dijadikan sebagai tempat dakwah (menyerukan kebajikan). Tetapi juga merupakan prinsip di dalam masjid itu agar dijaga ketenangan, sehingga kalau ada orang yang sedang menjalankan atau melakukan shalat dapat melakukannya dengan tenang dan khusu’ (tidak terganggu oleh adanya kegiatan dakwah tersebut).
- Wanita Haid Masuk Masjid
Pada prinsipnya hukum seorang wanita yang sedang haid itu boleh membaca Al-Qur’an, memasuki masjid, memotong rambut, memotong kuku, dan sebagainya. Hal ini dikembalikan pada hukum asalnya yakni boleh, sehingga jika ada dalil atau hadis yang melarang wanita yang sedang haid membaca Al-Qur’an, masuk masjid dan sebaginya itu tidak ada (munkar).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar